Thursday, 12 March 2015

Penjabaran Menyeluruh “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”


Penulis menyalurkan tulisan ini dari karangan seorang hamba Allah, Syaikhul islam yang rajin menjelaskan kebenaran dan menyebarkan agama, menciduk sunnah pemimpin para rasul, meletakkan penanya yang tajam di tengkuk para ahli bi’ah, yang membabat leher para ahli kurafat dengan pedang kebenaran, yang aktif menjelaskan AL-Qur’an, yang menguasai sastra bahasa, yang mendapat ilham petunjuk dan pemahaman dari Allah, yang menjabarka pengertian, beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’d Az-Zar’I Add-Dimasqi atau yang lebih dikenal dengan sebutan  Abu Qayyim Al-Jauziyah. Semoga Allah mengampuni dosa kita dan dosanya, menempatkannya di surga-Nya dan mengumpulkan kita dengannya pada kebenaran iman.
Al-Fatihah yang Mencakup Berbagai Tuntutan
Surat Al-Fatihah mencakup berbagai macam tuntutan yang tinggi. Ia mencakup pengenalan terhadap sesembahan yang memiliki tiga nama, Allah, Ar-Rabb dan Ar-Rahman. Tiga asma ini merupakan rujukan Asmaul Husna dan sifat-sifat yang tinggi serta menjadi porosnya. Surrat Al-Fatihah menjelaskan Illahiyah, Rububiyah dan Rahmah. Iyyaka na’budu merupakan bangunan di atas Illahiyah, iyyaka nasta’in di atas Rububiyah, dan mengharap petunjuk kepada jalan yang lurus merupakan sifat rahmat. Al-Hamdu mencakup tiga ha: Yang Terpuji dalam Illahiyah-Nya, Yang terpuji dalam Rububiyah-Nya dan Yang Terpuji dalam Rahmat-Nya. Surat AL-Fatihah juga mencakup Hari Pembalasan, Pembalasan amal hamba, yang baik dan yag buruk, keesaan Allah dalam hukum, yang berlaku untuk semua makhluk, hikmah_nya yang adil, yang semua ini terkandung dalam maliki yaumiddin.
Surat Al-Fatihah juga mencakup penetapan nubuwah, yang biasa dilihat dari beberapa segi:
-                      Keberadaan Allah sebagai Rabbal-‘alamin. Dengan kata lain, tidak layak bagi Allah untuk membiarkan hamba-hamba-Nya dalam keadaan sia-sia dan telantar, tidak memperkenankan apa yang mendatangkan mudharat di dunia dan di akhirat.
-                      Bisa disimpulkan dari Asma-Nya, Allah, yang berarti disembah dan dipertuhankan. Hamba tidak mempunyai cara untuk bisa mengenal sesembahannya kecuali lewat para rasul.
-                      Bisa disimpulkan dari asma-Nya, Ar-Rahman. Rahmat Allah mencegah-Nya untuk menelantarkan hamba-Nya dan tidak memperkenalkan kesempurnaan yang harus mereka cari. Dzat yang diberi asma Ar-Rahman tentu memiliki tanggung jawab untuk mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Tanggung jawab ini lebih besar daripada tanggung jawab untuk menurunkan hujan, menurunkan tanaman dan mengeluarkan biji-bijian. Konsekuensi rahmat untuk menghidupkan hati dan ruh, lebih besar daripada konsekuensi menghidupkan badan.
-                      Bisa disimpulkan dari penyebutan yaumid-din, yaitu hari dimana Allah akan memberikan pembalasan terhadap amal hamba. Dia memberikan pahala kepada mereka atas kebaikan, dan menyiksa mereka atas keburukan dan kedurhakaan. Tentu saja Allah tidak akan menyiksa seseorang sebelum ditegakkan hujjah atas dirinya. Hujjah ini tegak lewat para rasul dan kitab-kitab-Nya.
-                      Bisa disimpulkan dari iyyaka na’budu. Beribadah kepada Allah tidak boleh dilakukan kecuali dengan cara yang diridhai dan dicintai-Nya. Beribadah kepada-NYa berarti bersyukur, mencintai dan takut kepada-Nya berdasarkan fitrah, sejalan dengan akal yang sehat. Cara beribadah ini tidak bisa diketahui kecuali lewat para rasul dan berdasarkan penjelasan mereka.
-                      Bisa disimpulkan dari ihdinash-shirathal-mustaqim. Hidayah adalah keterangan dan bukti, kemudian berupa taufik dan ilham. Bukti dan keterangan tidak di akui kecuali yang datang dari pada rasul. Jika ada bukti dan keterangan serta pengakuan, tentu akan ada hidayah dan taufik, iman tumbuh dalam hari, dicintai dan berpengaruh di dalamnya. Hidayah dan taufik berdiri sendiri, yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan bukti dan keterangan. Keduanya mencakup pengakuan kebenaran yang belum kita ketahui, baik secara rinci maupun global. Memohon hidayah mencakup permohonan untuk mendapat segala kebaikan dan keselamatan dari kejahatan
-                      Dengan cara mengetahui apa yang diminta, yaitu jalan yang lurus. Tapi jalan itu tidak bisa disebut jalan jika tidak mencakup lima hal; lurus, menghantar ketujuan, dekat, cukup untuk dilalui dan merupakan satu-satunya jalan yang mengantar ke tujuan. Satu cirinya yang lurus, karena garis lurus merupakan jarak yang paling dekat di antara dua titik, sehingga ada jaminan untuk menghantarkan ke tujuan.
-                      Bisa disimpulkan dari orang yang diberi nikmat dan perbedaan mereka golongan yang mendapat murka dan golongan yang sesat. Ditilik dari pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, maka manusia bisa dibagi menjadi tiga golongan ini (golongan yang diberi nikmat, yang mendapatkan murka dan golongan yang sesat). Hamba ada yang mengetahui kebenaran dan ada yang tidak mengetahuinya. Yang mengetaui kebenaran ada yang mengamalkannya dan ada yang menentangnya. Inilah macam-macam orang mukallaf. Orang yang mengetahui kebenaran dan mengamalkannya adalah orang yang mendapatkan rahmat, dialah yang mensucikan dirinya dengan ilmu yang bermafaat dan amal yang shalih, dan dialah yang beruntung. Orang yang mengetahui mengetahui kebenaran namun mengikuti hawa nafsunya, maka dialah orang yang mendapat murka. Sedangkan orang yang tidak mengetahui kebenaran adalah orang yang sesat. Orang yang mendapat murka adalah orang yang tersesat dari hidayah amal. Orang yang tersesat mendapat murka karena kesesatannya dari mencari ilmu yang harus diketahuinya dan amal yang harus dikerjakannya.


Semoga bermanfaat, nanti akan disusul dengan pemabahasan selanjutnya pada bagian dua (part 2), insyaAllah. J

No comments:

Post a Comment